Imam Bukhari, mungkin nama inilah yang paling banyak disebut orang
ketika membicarakan hadis sahih atau hadis secara umum, atau ketika menelaah
kitab-kitab hadis. Dia ibarat matahari yang bersinar dalam dunia hadis, yang
mendapat gelar terhormat “amȋrul mukminȋn” dalam bidang hadis.
A. Riwayat Imam Bukhari
a.
Silsilahnya
Beliau adalah amȋrul
mukminȋn dalam hadis, nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ismail ibn
Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Kakeknya bernama Bardizbah beragama
Majusi, agama kaumnya. Putranya yang bernama al-Mughirah memeluk Islam dibawah
bimbingan Yaman al-Ju’fi yang merupakan gubernur Bukhara, sehingga dia
dipanggil Mughirah al-Ju’fi.
Sedangkan
riwayat kakeknya, Ibrahim tidak jelas. Namun, ayahnya yang bernama Ismail adalah
ulama besar dalam bidang hadis. Ia belajar hadis dari Hammad ibn zayd dan imam
Malik. Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis
oleh Ibnu Hibban dalam kitab as-Tsiqqȃt. Begitu juga putranya, imam
Bukhari, menulis riwayatnya dalam at-Tȃrikh al-Kabȋr.
Ayanya imam
Bukhari adalah seorang yang alim, wara’, dan taqwa. Menjelang wafatnya beliau
berkata:”di dalam hartaku tidak terdapat uang yang haram atau yang subhat
sedikitpun”. Dengan demikian, jelaslah bahwa imam Bukhari hidup dalam
lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama, dan wara;, serta tidak heran
bila dia mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya.
b.
Kelahiran dan pertumbuhannya
Imam Bukhari
dilahirkan di Bukhara setelah sholat jum’at 13 Syawal 194 H. Ayahnya meninggal
ketika beliau masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup
dengan baik dan terhormat. Dia dibina dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan
penuh perhatian. Sejak kecil, ia selalu mendapatkan lindungan dan bimbingan
Allah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa pada waktu kecil, matanya tidak bisa
melihat. Ibunya sangat sedih karenanya, dan selalu berdo’a untuk kesembuhannya.
Lalu dia bermimpi dengan Nabi Ibrahim a.s. yang berkata:”Wahai ibu, Allah telah
menyembuhkan penyakit mata anakmu karena do’amu”. Esok harinya, sang ibu
melihat mata anaknya sudah bercahaya. Maka duka hati ibu berganti dengan
kegembiraan.
c.
Kecerdasan dan keunggulannya
Kecerdasan imam
Bukhari sudah tampak sejak kecil. Allah menganugerahinya daya hafalan yang
sangat kuat, jiwa yang cemerlang. Ketika berusia sepuluh tahun, beliau sudah
banyak menghafal hadis. Kemudian dia menemui para ulama dan imam di negerinya
untuk belajar hadis, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Sebelum
berusia 16 tahun, dia sudah hafal kitab Ibn al-Mubarak dan Waki’, serta
memahami pendapat ahlu ra’yi (rasionalis), usul, dan mazhab mereka.
d.
Perjalanan ke Mekah dan Madinah
Pada tahun 210
H, Bukhari bersama ibu dan sudaranya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah
haji. Kemudian sudaranya yang berusia lebih tua
dari dia pulang ke Bukhara. Sedangkan dia memilih tinggal di Mekkah,
salah satu tempat pusat menimba ilmu di Hijaz. Di kota itulah dia menimpa diri
untuk mereguk ilmu yang diinginkan. Kadangkala dia pergi ke Madinah. Di kedua
kota suci inilah ia menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar al-Jȃmi’
as-Shahȋh.
Imam Bukhari
menulis kitab at-Tȃrikh al-Kabȋr di sisi makam Rasulullah Saw. dan
sering menulis di malam hari di bawah terang bulan. Dan mengarang tiga kitab at-Tȃrikh
as-Shaghȋr (yang kecil), al-Awshat (yang sedang), dan al-Kabȋr
(yang besar). Ketiga buku ini menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai
rijȃlul hadis. Sehingga dia pernah berkata: “Sedikit sekali yang belum aku
ketahui riwayat orang-orang yang ku tulis dalam tarikh itu”.
e.
Lawatannya ke berbagai negeri
Imam Bukhari
telah melakukan ekspedisi ke berbagai negeri, dan hampir seluruh negeri Islam
di di singgahinya. Beliau pernah berkata: “Saya telah pergi ke Syam, Mesir,
Jazirah dua kali, Basrah empat kali, dan saya bermukim di Hijaz selama enam
tahun, dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya pergi ke Kufah dan bagdad
untuk menemui ulama hadis.
Bagdad pada
waktu itu ibu kota Dinasti Abbasiyah adalah gudang ilmu pengetahuan dan ulama.
Di negeri itu beliau sering menemui imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad
menganjurkan untuk tinggal di Bagdad, dan melarangnya tinggal di Khurasan.
Dalam setiap
perjalanannya, imam Bukhari selalu mengumpulkan dan menulis hadis. Di tengah
malam beliau bangun menyalakan lampu dan menulis setiap hadis yang terlintas
dalam benaknya, kemudian lampu itu dimatikan. Hal ini kurang lebih dilakukan
dua puluh kali setiap malam. Begitulah aktifitas imam Bukhari, seluruh hidupnya
dicurahkan untuk ilmu pengetahuan.
f.
Sambutan kedatangan Bukhari di kota Naisabur
Pada tahun 250
H, Imam Bukhari mengunjungi Naisabur dan penduduknya menyambut gembira atas
kedatangannya, termasuk ulama besar az-Zuhaili beserta ulama lainnya. Muslim
meriwayatkan, ketika Muhammad ibn Ismail tiba di Naisabur, aku belum pernah
melihat seorang gubernur beserta seluruh ulama daerah itu memberikan sambutan
seperti yang mereka berikan kepada Bukhari. Mereka menyambut kedatangannya dari
dari luar kota sejauh dua atau tiga marahalah (88 atau 132 kilometer).
Az-Zuhaili
berkata: “Siapa yang ingin menyambut Muhammad ibn Ismail besok, hendaklah
menyambutnya, sebab aku juga ikut menyambutnya”. Pagi harinya, Muhammad ibn
Yahya az-Zuhaili beserta seluruh ulama Naisabur menyambut kedatangan imam
Bukhari. Beliaupun memasuki negeri itu dan tinggal di perkampungan orang-orang
Bukhara. Selama menetap di negeri itu, Bukhari mengajar hadis. Az-Zuhaili
menganjurkan kepada para penduduk agar belajar kepada Bukhari. Dia berkata:
“Pergilah kalian kepada orang shaleh dan alim itu, dan belajarlah kepadanya”.
g.
Fitnah
Sebagian orang
yang merasa iri menghembuskan angin fitnah dengan menuduh Bukhari berkata
“al-Qur’an itu makhluk”. Sehingga menimbulkan kemarahan gurunya (az-Zuhaili)
kepadanya. Dia berkata: “Siapa berpendapat bahwa lafaz al-Qur’an itu adalah
makhluk, maka dia adalah ahli bid’ah. Ia tidak boleh ditemui dan majlisnya tidak
boleh dikunjungi. Setiap yang datang kepadanya hendaklah dicurigai”. Akibatnya,
orang-orang mulai menjauhinya, kecuali Muslim dan Ahmad bin Salamah. Az-Zuhaili
memperingatkan: “Siapa yang berpendapat bahwa al-Qur’an itu makhluk, tidak
boleh menghadiri majlis kami”. Rupanya perkataan itu ditujukan kepada Muslim
yang masih sering mendatangi Bukhari. Mendengar ucapan seperti itu, Muslim
mengambil selendangnya dan meninggalkan majlis az-Zuhaili, disaksikan oleh
murid-murid lainnya. Kemudian ia mengirimkan catatan pelajaran yang diterima
dari az-Zuhaili.
h.
Bukhari bebas dari tuduhan
Sebenarnya imam
Bukhari bebas dari tuduhan itu. Ada satu riwayat yang mengatakan, seorang
lelaki berdiri di hadapannya lalu bertanya,”Bagaimana pendapatmu tentang lafaz
al-Qur’an, makhluk atau bukan?”. Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak
menjawabnya, meskipun orang itu sudh bertanya tiga kali. Orang itu terus
mendesaknya, akhirnya Bukhari menjawab: “al-Qur’an adalah firman Allah, bukan
makhluk. Perbuatan manusia adalah makhluk, dan fitnah adalah bid’ah”. Yang
dimaksud dengan “perbuatan makhluk “ adalah “bacaan atau ucapan makhluk”.
Pendapat yang dikatakan Bukhari tersebut adalah pendapat ulama salaf mengenai
perbedaan antara “bacaan” dan “yang dibaca”. Tetapi karena sudah dirasuki oleh
perasaan benci dan iri hati, membuat mereka buta dan tali.
Sebuah riwayat
menceritakan, Bukhari pernah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan,
bisa bertambah dan berkurang. Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk.
Sahabat utama Rasulullah Saw. adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Dengan berpegang
pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, mati, dan dibangkitkan kembali
insya Allah”.
Beliau juga
pernah berkata bahwa: “Siapa yang menuduhku berpendapat bahwa lafaz al-Qur’an
itu adalah makhluk, maka dia adalah pendusta”.
Maka Zuhaili
bertambah marah kepadanya, dan berkata: “orang itu tidak boleh tinggal
bersamaku di negeri ini”. Lalu Bukhari berpendapat, keluar dari negeri ini
adalah lebih baik baginya, demi menjaga nama baik dan meredakan fitnah yang
menimpanya. Dan beliau pun keluar dari negeri itu.
i.
Pulang ke Bukhara
Setelah keluar
dari Naisabur, Bukhari pulang ke negerinya sendiri, yaitu Bukhara. Masyarakat
negeri itu memeriahkan kedatangannya dan mendirikan tenda-tenda sejauh tiga mil
dari kota. Seluruh rakyat menyambutnya dengan menabur uang dinar dan dirham
sebagai ungkapan rasa kegembiraan. Selama tinggal di negerinya sendiri, beliau
mengadakan pengajian dan pengajaran hadis.
Namun fitnah
berhembus lagi menimpa dirinya. Penguasa Bukhara Khalid ibn Muhammad az-Zuhaili
mengirimkan utusan kepada imam Bukhari, agar ia mengirimkan dua buah
karangannya al-Jȃmi’ as-Shahȋh dan at-Tȃrikh. Namun beliau keberatan memenuhi
permintaan itu. Melalui delegasi itu, ia berpesan kepada Khalid: “Aku tidak
akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika sikap ini tidak
berkenan di hati tuan, engkau adalah raja dan berkuasa melarang saya untuk
mengajar. Agar di hari kiamat nanti aku mempunyai alasan di sisi Allah, bahwa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu”. Mendengar jawaban seperti itu, raja
menjadi marah dan berusaha mencari alasan yang dapat mengeluarkan Bukhari dari
negerinya dengan membuat fitnah yang dapat menyudutkan beliau. Akhirnya imam
Bukhari di usir dari negeri itu.
Imam Bukhari
mendo’akan tidak baik terhadap Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah.
Kurang dari sebulan kemudian, Ibnu Thahir menjatuhi hukuman kepada Khalid. Dia
dipermalukan di muka umum dengan menunggang keledai betina, dia dihina dan
dipenjara.
j.
Imam Bukhari wafat
Penduduk
Samarkand memohon kepada imam Bukhari agar menetap di negeri mereka. Beliau
pergi untuk memenuhi permintaan itu. Ketika sampai di Khartand –desa kecil yang
terletak enam mil dari kota Samarkand- beliau singgah di kota itu untuk
mengunjungi keluarganya yang hidup di daerah itu. Di desa itu, imam Bukhari
jatuh sakit dan menemui ajalnya.
Dia wafat pada
malam idul fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M) dengan usia 62 tahun kurang 13
hari. Sebelum wafat, beliau berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain,
tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah zuhur di hari idul fitri
itu. Dia telah menempuh perjalanan hidup yang panjang dihiasi amal yang mulia.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan rida-Nya kepadanya.
k.
Guru imam Bukhari
Dalam
perjalanannya ke berbagai negeri, imam Bukhari bertemu dengan guru-guru
terkemukan yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan: “aku menulis hadis dari
1.080 guru, yang semuanya adalah ahli hadis, dan berpendapat bahwa iman itu
adalah ucapan dan perbuatan”.
Diantara
gurunya ialah: Ali bin al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad
bin Yusuf al-Firyabi, Maki bin Ibrahim al-Balkhi, Muhammad bin Yusuf
al-Baykand, Ibnu Rawaih, dan lain-lain. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan
dalam kitab sahihnya adalah 289 guru.
l.
Murid-muridnya
Di antara
murid-muridnya yang menonjol ialah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmiziy, Nasa’iy, Abu
Duad, Ibnu Khuzaimah, Hammad bin Syakir an-Nasawiy, Mansur bin Muhammad
al-Bazdawi, dan lain-lain.
m.
Kekuatan hafalan dan kecerdasan yang luar biasa
kekuatan
hafalan, kecerdasan, pengetahuan tentang perawi hadis dan ilatnya yang terdapat pada Bukhari merupakan salah
satu tanda kekuasaan dan kebesaran Allah Swt. Allah telah memeliharanya dan
para penghimpun hadis yang lainnya untuk menghafal dan menjaga sunnah Nabi
Muhammad Saw. Imam Bukhari berkata: “saya hafal hadis di luar kepala sebanyak
100.000 hadis sahih dan 200.000 hadis yang tidak sahih”.
Kekuatan
hafalan imam Bukhari, keluasan pengethuannya dan kecerdasannya sangat
mengagumkan. Ketika beliau tiba di Bagdad, ulama hadis berkumpul untuk menguji
kemampuannya. Mereka mencampur aduk dan memutar balik sanad dan matan 100
hadis. Matan hadis satu diberi sanda hadis lainnya, dan sanad hadis yang satu
diberi matan hadis lainnya. Sepuluh ulama tampil dengan masing-masing membawa
sepuluh hadis yang sudah tak karuan itu. Orang pertama mengajukan sapuluh hadis,
setelah selesai membacanya, imam Bukhari mengatakan: “Saya tidak menegtahui
hadis yang anda baca tadi”. Sampai kepada penanya yang kesepuluh, imam Bukhari
tetap mengatakan seperti itu. Hadirin yang tidak tahu, memastikan Bukhari tidak
mampu menjawabnya. Sedangkan para ulama saling berkata “hebat benar orang ini”.
Setelah para
penguji selesai membaca hadis-hadis itu, imam Bukhari melihat penanya pertama
dan berkata: “Hadis pertama tadi, yang benar isnadnya adalah begini”.
Demikianlah imam Bukhari menjawab satu persatu dari sepuluh hadis itu. Lalu dia
menoleh kepada penanya kedua sampai kesepuluh. Dia menyebutkan seluruh hadis
yang diputar balikkan itu, lalu membaca isnad dan matan hadis yang sebenarnya
tanpa ada kesalahan sedikitpun. Maka para ulama Bagdad menyatakan kekagumannya
atas kecerdasan dan hafalan imam Bukhari, serta memberi gelar kepadanya “imam
hadis”.
Sebagian
hadirin mengatakan: “yang mengagumkan, bukanlah ia mampu menjawab secara benar,
melainkan bagaimana dia mampu menyebutkan hadis yang sanad dan matannya tidak
karuan seperti yang telah dibacakan penanya, padahal dia hanya mendengar sekali
saja”.
Imam Bukhari
pernah berkata: “Saya tidak meriwayatkan hadis yang saya terima dari sahabat
dan tabi’in sebelum saya mengetahui tanggal kelahiran, hari wafatnya dan tempat
tinggalnya. Saya juga tidak akan meriwayatkan hadis mauquf dari sahabt
dan tabi’in, kecuali ada dasarnya yang saya ketahui dari kitabullah dan
sunnah Rasulullah Saw.
n.
Pujian para ulama
Karena keluasan
ilmu dan kekuatan hafalannya, maka para guru, kawan, dan generasi sesudahnya
memujinya. Seseorang pernah bertanya kepada Qutaibah bin Sa’id tentang imam
Bukhari. Beliau menjawab: “saya telah berjumpa dengan ahli hadis , ahli ra’yi,
ahli fiqih,ahli ibadah, dan orang zuhud, namun saya belum pernah bertemu dengan
orang seperti Muhammad bin Ismail al-Bukhari”.
Abu Bakar ibn
Khuzaimah mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada ahli hadis yang melebihi
Muhammad bin Ismail”. Abu Hatim ar-Raziy berkata: “Khurasan belum pernah
melahirkan seorang yang melebihi Bukhari. Di Irak pun tidak ada yang
melebihinya”.
Al-Hakim
menceritakan dengan sanad lengkap, bahwa Muslim yang menulis kitab “Sahih
Muslim” datang dan mencium antara kedua mata Bukhari dan berkata: “Guru biarkan
aku mencium kedua kakimu, engkaulah imam ahli hadis dan dokter penyakit hadis”.
Sanjungan dari
generasi sesudahnya cukup diwakili oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy yang berkata:
“Seandainya pintu pujian dan sanjungan masih terbuka bagi generasi sesudahnya,
niscaya kertas dan nafas akan habis, karena ia bagaikan laut yang tidk
berpantai”.
o.
Sifat dan akhlak imam Bukhari
Imam Bukhari
berbadan kurus, berperawakan sedang, kulitnya kecoklatan, makannya sedikit,
pemalu, pemurah, dan zuhud. Hartanya banyak disedekahkan baik secara
terang-terangan atau sembunyi, terutama
untuk kepentingan pendidikan dan pelajar.
Imam Bukhari
sangat berhati-hati dan sopan berbicara, terutama dalam mengkritik para perawi.
Terhadap perawi yang diketahui jelas kebohongannya, ia cukup mengatakan “فيه نظر” (perlu
dipertimbangkan), “ تركوه” (ahli hadis meninggalkannya), “ سكتوا عنه” (mereka tidak menghiraukannya). Perkataannya yang tegas
terhadap perawi yang tercela adalah “منكر الحديث”
(hadisnya diingkari).
Meskipun beliau
sangat sopan dalam mengkritik perawi, namun ia meninggalkan hadis dari
perawi yang diragukan. Beliau berkata:
“Saya meninggalkan 10.000 hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan, dan juga meninggalkan
hadis yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurut pandanganku, perawinya
perlu dipertimbangkan”.
p.
Menghormati ilmu
Imam Bukhari
memiliki jiwa mulia, terhormat, sangat membaggakan dan memuliakan ilmu, juga
senantiasa menjaga agar ilmunya tidak direndhakan dan tidak dibawa-bawa ke
tempat para penguasa. Sikap seperti ini merupakan sifat terpuji para ulama
rabbani yang tidak takut kecuali hanya kepada Allah, dan tidak meu mengajar
karena mengharap kemewahan dan kedudukan.
q.
Pandai memanah
Imam Bukhari
pernah belajar memanah sampai pandai, sehingga ada yang mengatakan bahwa
sepenjang hidupnya hanya dua kali panahnya meleset dari sasarannya. Karena
dilandasi hadis Rasul yang menganjurkan kaum muslimin belajar memanah dan berperang.
r.
Karya imam Bukhari
Imam Bukhari
mempunyai karya tulis yang cukup banyak, diantaranya ialah: al-Jȃmi’
as-Shahȋh, Adab al-Mufrad, at-Tȃrikh as-Shaghȋr, at-Tȃrikh al-Awshat, at-Tȃrikh al-Kabȋr, al-Musnad al-Kabȋr, kitab
al-‘Ilal, kitab ad-Dhu’afa’, kitab al-Kuna, dan lain-lain.
Sebagian dari
karya-karyanya tersebut sudah dicetak, dan sebagian lagi masih berupa tulisan
tangan, sebagian lagi dikenal melalui sebagian ulama yang menukilnya. Yang
paling terkenal dan beredar luas sepanjang masa adalah kitab al-Jȃmi’
al-Shahȋh li al-Bukhȃriy.
B. Kitab Al-Jȃmi’ as-Shahȋh
Imam Bukhari menyusun kitab yang khusus memuat hadis-hadis yang
sahih saja dengan nama
al-Jȃmi’ al-Musnad as-Shahȋh al-Mukhtashar min Umȗri
Rasȗllah wa Sunanihi wa Ayyamihi, yang lebih dikenal dengan
Shahȋh
al-Bukhȃriy. Penyusunan kitab ini memberikan sumbangan yang sangat berharga
untuk mempermudah mengetahui dan membahas hadis bagi para pelajar terutama
generasi selanjutnya.
a)
Faktor pendorong penyusunan kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh
Imam Bukhari
meyusun kitab ini karena atas dorongan dan anjuran gurunya yang bernama Ishaq
bin Rawaih yang berkata: “Hendaklah kamu
menyusun kitab yang khusus berisi sunnah (hadis) Rasulullah yang sahih”.
Bukhari berkata:”ucapan itu membekas dan merasuk dalam hatiku, lalu aku
menyusun al-Jȃmi’ as-Shahȋh”.
Beliau juga
berkata: “Aku bermimpi bertemu Nabi Saw., seolah-olah aku berada di depannya,
sambil membawa untuk menjaga beliau dari gangguan. Lalu aku bertanya pada ahli
ta’wil mimpi. Dia menjelaskan kepadaku: “Engkau akan mencegah pemalsuan hadis
Rasulullah”. Mimpi inilah yang mendorong untuk membuat kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh.
b)
Metode Imam Bukhari dalam menyusun kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh
Imam Bukhari
menempuh cara tertentu shingga kesahihan hadisnya dapat dipertanggung jawabkan.
Ia berusaha keras untuk meneliti keadaan para perawi , untuk memastikan
kesahihan hadis-hadis yang diriwayatkan. Beliau juga membanding-bandingkan
hadis yang satu dengan yang lainnya, meneliti dan memilih hadis yang menurutnya
paling sahih. Sebagaimana penegasan imam Bukhari: “Saya menyusun kitab al-Jȃmi’
as-Shahȋh ini adalah hasil saringan
dari 600.000 hadis selama 16 tahun”.
Di samping
metode ilmiah, dalam penelitiannya, ia juga tidak mengabaikan aspek ruhani.
Salah satu muridnya yang bernama al-Firbari mengatakan:”Aku mendengar Muhammad
Ismail al-Bukhari berkata bahwa: “Aku menyusun al-Jȃmi’ as-Shahȋh ini di
masjidil haram, aku tidak akan memasukkan satu hadis pun ke dalam kitab itu
sebelum sholat istikharah dua rakaat, dan setelah itu aku betul-betul meyakini
bahwa hadis itu sahih”.
Maksudnya, imam
Bukhari mulai menyusun bab dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram, kemudian
menulis pendahuluan dan pemhasannya di Raudhah (tempat antara makam Nabi dan
mimbar). Setelah itu beliau mengumpulkan hadis dan menempatkan pada bab-bab
yang sesuai. Semua itu dilakukan di Mekah, Madinah, dan beberapa negara tempat
pengembaraannya. Dengan cermat, Bukhari menyusun kitab al-Jȃmi’ as-Shahȋh
selama enam belas tahun, beliau menelitu, menyaring, dan memilih hadis sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkannya. Sehingga terwujudlah kitab itu
sesuai keinginannya.
Jerih payah
maksimal yang dicurahkan untuk menyusun kitab itu, membuat al-Jȃmi’ as-Shahȋh
mencapai kebenaran dan mempunyai kedudukan tinggi di hati para ulama dan
seluruh umat Islam. Sudah tepatlah bila ia mendapat prediksi sebagai “kitab
hadis Nabi yang paling sahih”.
c)
Superioitas daya kritis Bukhari
Untuk menta’dil
(mengaggap adil) dan mentarjih (menganggap cacat para perawi), serta mengkritis
matan hadis dan periwayatannya, Bukhari mempunyai beberapa syarat yang ketat. Pandangan
dan kemampuannya yang luar biasa diperoleh dari pengalaman mengkaji dan
mengkritik sanad dan matan hadis. Seperti seorang dokter spesialis yang sudah
lama menggeleti dunia kedokteran. Dia mampu mendiagnosa dan menemukan penyakit,
serta penyebab timbulnya penyakit itu. Atau seperti ahli barter uang yang ulung
dan berpengalaman. Dia bisa membedakan uang yang masih baik dan berlaku dengan
uang yang sudah tidak berlaku lagi.
Kemampuan untuk
membedakan hadis yang sahih dengan yang tidak sahih dimiliki oleh hampir
seluruh ulama dan kritikus hadis. Namun kemampuannya berbeda-beda sesuai dengan
ketentuan yang mereka pakai dalam mengkritik hadis, serta kemampuan dan wawasan
mereka masing-masing. Perbandingan antara tokoh ahli hadis dengan seorang
dokter yang ditujukan kepada Bukhari ini dapat dilihat dari pernyataan imam
Muslim kepadanya: “wahai maha guru pemimpin para ahli hadis dan dokter hadis
yang dapat menyingkirkan penyakitnya”. Perbandingan dia dengan ahli barter uang
dilihat dari ucapan para ulam: “peneliti hadis yang cermat seperti ahli barter
uang”.
d)
Kriteria hadis sahih menurut imam Bukhari
Imam Bukhari
menentukan standar kriteria hadis sahih. Kriteria tersebut berdasarkan hasil
penelitian ulama kemudian dikenal dengan syurȗt al-Bukhari
(syarat-syarat Bukhari). Maksudnya adalah syarat-syarat yang ditentukan oleh
Bukhari untuk menilai sebuah hadis sehingga masuk ke dalam golongan hadis
sahih. Syarat-syarat berikut adalah kriteria hadis sahih, yaitu:
1.
Perawinya
dhabith, yaitu seorang perawi harus sempurna hafalannya.
2. Perawinya
‘adalah, yaitu seorang perawi harus muslim, baligh, berakal sehat, tidak
fasik, dan berperangai baik.
3.
Sanadnya
muttashil, yaitu sanadnya bersambung kepada Nabi.
4. Hadisnya
tidak syadz, yaitu tidak menyelisihi perawi yang lebih tsiqqah
(terpercaya).
5. Tidak
ada ‘illat, yaitu tidak ada cacatnya yang bisa merusak status kesahihan
hadis.
Ada kriteria
lain yang oleh imam Bukhari menjadi hal penting dalam menentukan sebuah hadis
masuk dalam kriteria sahih, yaitu tentang pertemuan perawi. Imam Bukhari
memandang bahwa tidaklah cukup jika seorang perawi hanya hidup semasa (al-mu’ashirah)
dengan orang yang darinya diriwayatkan hadis, tetapi disyaratkan juga antara
keduanya pernah bertemu (al-liqa’) walaupun hanya sekali. Tidak hanya
itu, kitab hasil karyanya itu oleh imam Bukhari sendiri telah “dihadapkan”kepada
guru-gurunya, antara lain Yahya bin Ma’in (w.233H), Ali bin al-Madini (w.235H),
dan Ahmad bin Hanbal (w. 241H).
e)
Sistematika kitab Sahih Bukhari
Imam Bukhari
menyusun kitabnya berdasarkan sitematika kitab fikih, karena ia juga dikenal
sebagai ulama fikih di samping sebagai ulama hadis. Bab kitabnya berdasarkan
pembahasan persoalan fikih. Kitab Sahih Bukhari terbagi ke dalam
beberapa bab yang disebut dengan “kitab”. Bab yang disebut dengan kitab ini pun
dibagi menjadi beberapa bagian yang disebut dengan “bab” yang dalam bahasa
indonesia mungkin disebut dengan “pasal”. Misal Kitab: al-Wudhu’, Bab: Fadhȃ’il
al-whudhȗ’. Secara keseluruhan, kitab Sahih Bukhari terdiri atas
lebih dari 100 kitab dan 3450 bab.
Di dalam
kitabnya ini, imam Bukhari juga sering mengulang penulisan beberapa hadis (mukarrar)
dan juga tidak mengulangnya. Hadis yang diulang karena memang membahas berbagai
persoalan sehingga bisa muncul tidak hanya di satu bab pembahasan.
Ibnu Shalah dan
imam Nawawi menuturkan bahwa dalam kitab Sahih Bukhari terdapat 7.275 hadis sahih
termasuk hadis yang diulang, jika tidak masuk hadis yang diulang, maka jumlah
hadisnya adalah 4.000 hadis. Jumlah ini
merupakan saringan dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru selama 16 tahun. Sebuah kerja
ilmiah yang luar biasa. Oleh karena itu, imam Bukhari mengatakan “Aku tidak
memasukkan ke dalam al-Jȃmi’ as-Shahȋh ini kecuali hadis yang sahih, dan
ku tinggalkan hadis yang sahih karena
akan terlalu panjang”.
Adapun manfaat
mengulang hadis adalah memperbanyak thariqah (jalur) sanad hadis, atau untuk
mengingat adanya perbedaan lafaz atau matan, atau adanya sebagian perawi yang
meriwayatkan hadis secara mu’an’an, padahal dalam riwayat lain ia
menggunakan kata sami’tu sebagai ganti kata ‘an. Manfaat
pengulangan ini dapat dilihat oleh ahli para hadis.
f)
Kitab-kitab Syrah (penjelasan) dan Mukhtasar
(ringkasan) atas kitab Shahȋh al-Bukhȃri
Sesuatu yang
luar biasa akan melahirkan banyak inspirasi. Begitu pula dengan kitab Shahȋh
Bukhari. Kedudukan yang tinggi dan terhormat atas kitab ini di kalangan
ulama khususnya, dan umat islam pada umumnya menjadikan ia sumber inspirasi
bagi lahirnya kitab-kitab lain.
Para ulama merasa perlu adanya penjelasan (syarh)
dan ringkasan (mukhtasar) dari kitab ini untuk memenuhi kepentingan
umat. Para ulama merasa sangat penting menghadirkan dan menyajikan kitab Shahȋh
Bukhari ini agar bisa dinikmati oleh kaum muslimin sebagai salah satu
kitab rujukan yang utama setelah al-Qur’an.
Maka muncullah kitab syarah dan mukhtasar atas kitab Shahȋh
Bukhari ini.
Di antara
kita-kitab Syarah-nya ialah:
1. Kitab
al-Kawȃkib ad-Durar fȋ Syarh Shahȋh al-Bukhȃriy oleh Syamsuddin Muhammad
bin Yusuf bin Ali al-Kirmaniy (w.786H).
2.
Kitab
Fath al-Bȃriy Syarh Shahȋh al-Bukhȃriy oleh imam al-Hafizh Abi al-Fadhal
Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar al-‘Asqalaniy (w.852H).
3.
Kitab
‘Umdah al-Qȃriy oleh Syaikh Badr ad-Din
Mahmud bin Ahmad al-Aini
al-Hanafi (w. 855H).
4.
Kitab
Irsyȃd as-Sȃriy ila Shahȋh al-Bukhȃriy oleh Syaikh Syihab ad-Din Ahmad
bin Muhammad al-Khatib al-Misr as-Syafi’iy atau dikenal dengan nama
al-Qastallaniy (w. 922H).
Adapun kitab-kitab
mukhtasar antara lain:
1.
Kitab
Bahjah an-Nufȗs wa Ghȃyatuha oleh Syaikh Abu Muhammad Abdullah bin Sa’ad
bin Abi Jmarah al-Andalusiy (w. 695H).
2. Kitab
at-Tajrȋd ash-Sharȋh li Ahȃdȋts al-Jȃmi’ as-Shahȋh oleh Zainuddin Abdul
Abbas Ahmad bin Abdul lathif asy-Syarij az-Zabidi (w. 893 H).
Padang di penghujung malam
Minggu, 2 Muharram 1436 H
*DESRI NENGSIH*