.widgetshare {font:bold 12px/20px Tahoma !important; background: #333;border: 1px solid #444; padding: 5px 4px; color: #fff !important; margin-top: 10px;} .widgetshare a{font:bold 12px/20px Tahoma !important; text-decoration: none !important; padding: 5px 4px; color: #fff !important; border: 1px solid #222; transition: all 1s ease;} .widgetshare a:hover {box-shadow: 0 0 5px #00ff00; border: 1px solid #e9fbe9;} .fcbok { background: #3B5999; } .twitt { background: #01BBF6; } .gplus { background: #D54135; } .digg { background: #5b88af; } .lkdin { background: #005a87; } .tchno { background: #008000; } .ltsme { background: #fb8938; }

Pages

Jumat, 17 Oktober 2014

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad Pertengahan

#Desri nengsih#



Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 M mempunyai sistim kepercayaan bahwa segala sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran berdasarkan mitos. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kepercayaan tersebut mulai hilang dengan munculnya para ahli pikir Yunani, yang pada akhirnya melahirkan peradaban Yunani yang mengalami kemegahan dan puncak kejayaannya.  Akan tetapi, beberapa tahun kemudian mulai mengalami kemunduran dengan jatuhnya peradaban Yunani ke tangan kekaisaran Romawi, dan kekaisaran Romawi mengembangkannya sampai ke daratan Eropa yang ketika masih berada dalam masa kegelapan.
 

        A. Filsafat Eropa pada Abad Pertengahan
Setelah filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Kemudian warisan peradaban Yunani jatuh ketangan kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi memperlihatkan kemegahan dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania). Dan akhirnya filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa , dan di sanalah ia mendapatkan lahan baru untuk pertumbuhannya, karena bersamaan dengan agama Kristen, sehingga filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen, hingga membentuk suatu formulasi baru, dan muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen[1].
Filsafat Barat pada abad pertengahan juga dapat dikatakan sebagai abad gelap, pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja, karena pada saat ini, gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga manusia tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Di samping itu, para ahli pikir ketika itu tidak memiliki kebesan untuk berpikir, apabila terdapat pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat[2].
Ciri-ciri filsafat pada abad pertengahan adalah:
1.      Cara berfilsafatnya dipimpim oleh gereja
2.      Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristotles
3.      Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus
Masa abad pertengahan juga dikatakan sebagai masa yang penuh menggiring manusia ke dalam kehidupan atau kepercayaan yang picik dan fanatik dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta, karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa yang penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya membimbig ke arah hdup yang shaleh, tapi di sisi lain dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a.      Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata latin yaitu pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas dan golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya, mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain, seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun sudah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berpikir). Jadi anggapan mereka ini adalah bahwa menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu dan tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat ini terus berlanjut, sehingga orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan. Akhirnya muncullah upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para Apologis (pembela iman Kristen) dari serangan filsafat Yunani, seperti:
1.      Justinus Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir iambil dari istilah orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya.
Menurutnya, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal Musa hidupnya sebelum Socrates dan Plato, Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi.
2.      Klemens
Ia juga termasuk pembela, akan tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani, sedangkan pokok-pokok pikirannya adalah:
a.    Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen  untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani
b.   Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani
c.    Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan secara mendalam.
3.      Tertullianus
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik dan menolak kehadiran filsafat Yunani, karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya wahyu Tuhan sudahlah cukup dan tidak ada hubungan antara teologi dan filsafat, antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), dan tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi, antara Kristen dengan penemuan baru.
Akan tetapi lama kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berpikir yang rasional, alasannya bagaimanapun juga berpikir rasional diperlukan sekali, dan ia menerimanya sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran Tuhan beserta sifat-sifatnya.
4.      Augustinus
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, seperti platonisme dan skeptisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar pada filsafat abad pertengahan, sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati, ia juga ahli dalam bidang teologi dan filsafat.
Menurutnys, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tiada batasnya, yang bersifat kekal dan abadi. Sehingga pada akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad dan mempengaruhi pemikiran Eropa, karena ajarannya bersifat sebagai metode daripada system, sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik[3].

b.      Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti sekolah. Jadi skolastik adalah aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu:
1.      Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama, karena skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religious.
2.      Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi kepada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab, dan lain-lain.
3.       Filsafat skolastik adalah suatu sisitim filsafat yang termasuk jajaran   pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
4.      Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja[4].

Adapun tumbuh dan berkembangnya Fisafat skolastik ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1.      Faktor religious
Yang dimaksud faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa kehidupan di dunia ini adalah suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja. Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga, dan manusia tidak akan sampai ke surga dengan kemampuannya sendiri, sehingga ia harus ditolong. Karena itu, manusia menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang diwariskan oleh Adam. Mereka juga berkeyakinan bahwa Isa adalah anak Tuhan yang berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinannya inilah yang menjadi dasar pemikiran filsafat.
2.      Faktor ilmu pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan  lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambilkan dari penulis Latin, Arab (Islam) dan Yunani.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
a.      Skolastik Awal (800-1200)
Sejak abad ke-5 hingga ke 8 Masehi, pemikiran filsafat patristic mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan ke-7 bisa dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena saat itu terjadinya serangan terhadap Romawi, sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad[5].
Baru pada abad ke-8 M, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814)[6] baru dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang kesemuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan.
Pada saat inilah zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan skolastik yg di dalamnya banyak diupayakan ilmu pengetahuan yang dikembangkan di sekolah-sekolah yang pertama kalinya timbul di biara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda. Kurikulum pengajarannya ketika itu meliputi studi duniawi atau artes liberals meliputi: tata bahasa, retorika, dialetika, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu pengetahuan, perbintangan dan musik.
Pengajaran di sekolah-sekolah dibagi menjadi tiga tingkaan. Tingkatan pertama adalah pengajaran dasar, yang merupakan pengajaran wajib bagi calon-calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum. Mata pelajaran yang diberikan ialah membaca dan menulis, dasar-dasar bahasa Latin, ulasan singkat tentang kitab suci dan buku-buku upacara agama. Tingkatan kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal) yang dibagi menjadi dua bagian. Tingkatan ketiga adalah pengajaran uku-buku suci dengan terperinci[7].
Diantara tokoh-tokohnya adalah Aquinas, Johannes, Scotes Eriugena, Peter Lembord, John Salisbury, Peter Abaelardus.

b.      Skolastik Puncak (1200-1300)
Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300, dan masa ini juga disebut masa berbunga, karena pada abad ke-12 ini filsafat di Eropa mengalami kemajuan yang luar biasa, karena berdirinya universitas-universitas dan perserikatan-perserikatan biarawan yang ikut serta menyelenggarakan ilmu. Jadi, filsafat menerima perhatian yang amat besar. Pada awal abad ke-13, di samping universitas-universitas timbullah dalam lingkungan katolik yang disebut ordo, yang merupakan kumpulan orang yang hendak mencapai kesempurnaan hidup di bawah pimpinan seorang pembesar. Mereka  berkumpul dalam suatu biara, dan dalam biara itu diselenggarakan ilmu dan filsafat oleh para biarawan[8].
Ada beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai puncaknya, yaitu[9]:
1.   Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12, sehingga abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
2.   Tahun 1200 didirikan universitas almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan beberapa sekolah, almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya universitas di Paris, Okford, Mont Pellier, Cambridge, dan lain-lain.
3.   Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul, karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13.

c.       Skolastik akhir (1300-1450)
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Diantara tokoh-tokohnya adalah William Ockham, Nicolas Cusasus.

            Skolastik Arab (Islam)
Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik Arab jarang dipakai orang dalam kalangan umat Islam, tetapi yang biasa dipakai adalah istilah ilmu kalam atau filsafat Islam, sedangkan pembahasan ilmu kalam dengan filsafat Islam biasanya dipisahkan.
Yang dimaksud dengan para ahli pikir Islam (pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik), yaitu: al Farabi, Ibnu Sina, al Kindi, Ibnu Rusyd. Peranan ahli pikir tersebut besar sekali, diantaranya:
a.       Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles, sehingga yang dikenal hanya buku Logika Aristoteles saja.
b.      Apabila orang-orang Barat mengenal Aristoteles itu adalah berkat tulisan  dari para ahli pikir Islam terutama dari Ibnu Rusyd[10], sehingga dikatakan Ibnu Rusyd sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin.
c.       Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan Skolastik Latin.
Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, akan tetapi para ahli pikir Islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa, yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam, Plato dan al Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan antara agama dan filsafat. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar. Dengan demikian, dalam pembahasan Skolastik Islam terbagi menjadi dua periode, yaitu: Periode Mutakallimin (700-900) dan periode Filsafat Islam (850-1200)[11].
Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena mereka (Barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.

Penerjemahan
Salah sati ciri fase pembentukan filsafat Skolastik ialah adanya penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa Arab atau Yunani ke dalam bahasa spanyol, kemudian ke dalam bahasa Latin atau langsung ke dalam bahasa Latin. Karangan-karangan filosof Islam merupakan sumber terpenting bagi kegiatan penterjemah buku-buku pada masa itu, salah satu faktor tersebut ialah adanya pusat-pusat kebudayaan Arab atau yunani di kota Toledo.
Para penterjemah yang terkenal antara lain:
1.      Adelard of Bath, ia menterjemah buku tentang perbintangan karangan al Khawarizmi
2.      Costantine Afrika, ia banyak menterjemahkan buku-buku ketabiban karangan orang Islam, Yahudi dan Yunani.
3.      Gundissalinus, ia bekerjasama dengan yuhanna bin Dawud untuk menterjemahkan beberapa buku-buku Islam atau pun Yunani.
4.      Gerardof Cremona, ia juga banyak menterjemahkan buku-buku Arab dan Yunani, ia juga menterjemahkan buku Aristo yang sudah di Arabkan.
Pada masa berikutnya yakni pada masa kejayaan filsafat skolastik, kegiatan penterjemahan lebih maju lagi, yakni dengan dibaginya penerjemahan ke dalam dua fase. Fase pertama penerjemahan dari buku-buku Arab lebih banyak daripada penerjemahan dari buku-buku Yunani. Fase kedua penerjemahan seluruhnya dari buku-buku Yunani[12]. Pada masa ini juga banyak di jumpai tokoh-tokoh penterjemah dari kalangan Barat, seperti Michael Scoot, Herman, Gulliano Morbake, dan lain-lain.
Pusat-pusat penerjemah ketika itu adalah
1.      Spanyol, terutama kota Toledo yang merupakan pusat penerjemahan buku-buku Arab
2.      Inggeris, yaitu universitas Okspord yang merupakan pusat penerjemahan buku-buku Yunani.
3.      Italia, yaitu di istana Federik II yang merupakan tempat penerjemahan buku-buku Arab dan yunani.
4.      Vatican, yaitu istana paus
5.      Constatinovel

B.  Perkembangan ilmu pada masa kejayaan Islam
sejak awal kelahirannya, Islam memberikan penghargaan sangat besar kepada ilmu. kedatangan Nabi Muhammad SAW, yang kedatangannya bersama Islam memberikan cahaya kepada masyarakat yang hidup di zaman Jahiliyah yang penuh dengan keterbelakangan memasuki masyarakat yang berilmu dan beradab. Apabila ditelusuri, maka ilmu berkembang dengan munculnya Islam itu sendiri.  Hal ini berdasarkan wahyu Allah pertama yang disampaikan lewat malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang memerintahkan beliau untuk membaca. Wahyu pertama ini menghendaki agar umat Islam senantiasa membaca yang dilandasi dengan bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan dapat bermanfaat bagi kemanusiaan[13].
Pada masa kejayaan Islam, khusunya pada masa Dinasti Umaiyyah di Spanyol dan Dinasti Abbasiyah di bagdad, ilmu berkembang dengan  pesat. Kemajuan ilmu membawa Islam pada masa keemasan, yang dalam masa yang sama di wilayah-wilayah yang jauh seperti di dunia Barat masih berada dalam abad kegelapan peradaban (dark age)[14].
Dalam sejarah Islam, dikenal nama-nama seperti al Mansur, al Ma’mun dan Harun ar Rasyid yang memberikan perhatian besar pada perkembangan ilmu di dunia Islam.
Pada masa pemerintahan al Mansur, proses penerjemahan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab berkembang dengan pesat. Pada zaman Harun ar Rasyid proses penerjemahan karya filsuf Yunani masih berlangsung, dan ia memerintahkan Yuhanna Ibn Mazawayh yang merupakan seorang dokter istana untuk menerjemahkan buku-buku kuno tentang kedokteran[15]. Penerjemahan ilmu-ilmu lain seperti astronomi, antara lain Siddhanta, sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh  Muhammad Ibnu Ibrahim al Fazari pada tahun 806 M,, selanjutnya Siddhanta oleh al Khawarizmi dibuat dalam versi baru dan disertai dengan berbagai komentar[16].
Pada tahap selanjutnya, pemerintahan al Ma’mun yang berjasa mengembangkan ilmu di dunia islam, membangun baitul hikmah yang terdiri dari perpustakaan, sebuah observatorium dan sebuah depertemen penerjemahan. Orang penting dalam baitul hikmah adalah Hunain yang berjasa menerjemahkan buku-buku karya Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonius, dan Archimedes[17].
Pada zaman keemasan Islam muncul ahli-ahli dalam berbagai bidang ilmu yang menaruh perhatian besar terhadap filsafat Yunani terutama Aristoteles, yang diikuti dengan munculnya filsafat Islam periode pertama yang ditandai dengan munculnya para filsuf muslim, yaitu: al Kindi, ar Razi, al Farabi, Ibnu Sina. Pada periode kedua filsafat Islam, muncul aliran Mu’tazilah. Selanjutnya, al Ghazali yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam, yang diberi gelar Hujjatul Islam (benteng Islam), merasa ketidakpuasan terhadap aliran filsafat Islam Rasionalisme dan beralih ke lapangan Tasawuf, ia mengarang buku yang berjudul Tahafut al falasifah (kerancuan para filsuf)[18].
Dalam tahap kedua filsafat Islam, muncul ilmuwan muslim yang hidup di Eropa (Spanyol) yaitu pada zaman dinasti Umaiyyah, pada waktu itu Eropa berada dalam zaman kegelapan. Dengan tampilnya filsuf muslim di Eropa, maka ilmu dan peradaban mulai berkembang di Eropa dan terus meningkat. Pada waktu itu ilmuwan muslim yang dikenal adalah Ibnu Bajjah (1100-1138M) dan di Eropa dikenal dengan nama Avempace, Ibnu Thufail (1185M) yang dikenal di barat dengan nama Abubacer dan Ibnu Rusyd (1126-1198M) yang di barat dikenal dengan Avverocce. Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaan terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat Islam dan ia menulis buku yag berkaitan dengan hal tersebut dengan judul Tahafut at Tahafut (kerancuan kitab).
Nama-nama yang dituliskan di atas baru sebagian kecil saja dari para saintis dan juga filosof muslim yang memberikan sumbangan tak ternilai bagi kemajuan ilmu, selain mereka banyak lagi tokoh-tokoh filosof muslim.
Selain adanya  perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometrid dan lain sebagainya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih dan disiplin ilmu keislaman lainnya.
Perkembangan ilmu tafsir dan ‘ulum al Qur’an belum menemukan bentuknya yang konkrit sampai dengan abad ke-3 H, khusus dalam bidang ‘ulum al Qur’an pembahasannya memperlihatkan dua bentuk, yaitu aspek juz’i dan syamil. Dalam bidang hadis , perkembangan ilmu hadis dimulai sejak imam Syafi’I menyusun kitabnya yang bernama ar Risalah., yang memuat problematika sanad dan matan, walaupun tidak demikian terperinci seperti yang dikemukakan oleh ulama sesudahnya. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu hadis semakin diperluas dengan terbagi kedalam dua bentuk yaitu ilmu hadis Riwayah dan Dirayah. Selain dalam bidang al Qur’an dan Hadis, ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih juga mengalami perjalanan panjang hingga terbentuk seperti sekarang ini, seperti ilmu Fiqih menjadi sebuah disiplin ilmu dengan mengalami perjalanan beberapa tahun, mulai dari zaman Rasulullah sampai pada tahun kemunduran dengan jatuhnya Bagdad ke bangsa Tartar[19].

     C.  Masa peralihan
Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan embrio zaman modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanism dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.
         Kesimpulan
Abad pertengahan di eropa juga disebut dengan abad kegelapan, karena pada waktu itu Eropa belum terlalu mengenal pengetahuan tentang filsafat, yang mana ketika itu Islam sudah mulai mengalami masa kemajuan seperti pada zaman dinasti Umaiyyah dan Abbasiyah. Yang pada akhirnya orang Eropa mulai mengenal filsafat atau keilmuan setelah mereka berinteraksi banyak dengan orang Islam. Karena orang Islam sudah terlebih dahulu memulai kegiatan penterjemahan dibanding dengan Barat. Sehingga boleh dikatakan orang Islam telah memberikan sumbangsih yang banyak terhadap kemajuan bangsa Eropa dalam bidang pengetahuan, tapi sayang mereka tidak mau mengakui hal tersebut dan sengaja menyembunyikannya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada. 2005
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada. 2004
Hanafl. Filsafat Skolastik. Jakarta: Pustaka al Husna. 1983
Poedjawijatna. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1991
------------------. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005
Rahmat, Aceng dkk. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta: kencana. 2011
Salam, Burhanudin. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2000




[1]Asmoro Achmadi, Filsafat Umum. (Jakarta: PT. Rajagrapindo Persada, 2005), h. 64
[2] Ibid, h. 65
[3] Ibid
[4] Ibid, h. 70
[5] Roma dirampok oleh kaum Visigot dibawah Atalarik I (tahun 410) sehingga kota tersebut kehilangan artinya dan menderita berat dalam perang terhadap orang-orang Germania dan Byzantium (kekaisaran Romawi lenyap).
[6] Ia menyerbu Italia untuk membantu Paus (tahun 800)-Paus Leo III dinobatkan sebagai kaisar di Roma
[7] A. Hanafl, Filsafat Skolastik. ( Jakarta: Pustaka al Husna, 1983), h. 138-140
[8] Poedjawijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat. (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 83
[9] Asmoro Achmadi, Op.Cit, h. 73
[10] Ibnu Rusyd (Muhammad Ibnu Rusyd) dalam filsafat Barat dikenal dengan nama Avverroes. Lahir tahun 1126 di Cordova. Disamping sebagai ahli pikir , ia juga ahli hukum dan kedokteran. Hanya karena Ibnu Rusydlah universitas Cordova semakin terkenal. Ia meninggal di pengasingan (Maroko) tahun 1198. Ia telah banyak sekali memberikan tulisannya tentang ajaran Aristoteles. Dibandingkan dengan Ibnu Sina, ia lebih besar pengaruhnya terhada Skolastk Latin.
[11] Asmoro Achmadi, Op.Cit, h. 79
[12] Hanafl, Op. Cit, h. 157
[13] Aceng Rahmat dkk, Filsafat Ilmu Lanjutan. (Jakarta:Kencana, 2011), h. 119
[14] Ibid
[15] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu. (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2004), h. 40
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Aceng Rahmat dkk, Op. Cit, h. 121
[19] Amsal bakhtiar, Op. Cit, h. 44

0 komentar: