.widgetshare {font:bold 12px/20px Tahoma !important; background: #333;border: 1px solid #444; padding: 5px 4px; color: #fff !important; margin-top: 10px;} .widgetshare a{font:bold 12px/20px Tahoma !important; text-decoration: none !important; padding: 5px 4px; color: #fff !important; border: 1px solid #222; transition: all 1s ease;} .widgetshare a:hover {box-shadow: 0 0 5px #00ff00; border: 1px solid #e9fbe9;} .fcbok { background: #3B5999; } .twitt { background: #01BBF6; } .gplus { background: #D54135; } .digg { background: #5b88af; } .lkdin { background: #005a87; } .tchno { background: #008000; } .ltsme { background: #fb8938; }

Pages

Sabtu, 17 Mei 2014

MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI


                     *Desri Nengsih*

1.    Biografi Imam Albani
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman Muhhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Ia lahir pada tahun 1914 M di kota Asyqudrah yang merupakan ibu kota Albania pada saat itu[1]. Ayahnya merupakan salah seorang lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari’at di ibukota negara Dinasti Utsmaniyah (sekarang Istambul). Ketika raja Ahmad Zhago naik tahta di Albania dan mengubah sisitim pemerintahan menjadi sekuler, maka ayah Albani Syaikh Nuh mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya, akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah ke Syam demi menyelamatkan agama dan takut akan fitnah, maka beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damakus, Albani kecil mulai aktif untuk mempelajari bahasa Arab. Beliau masuk sekolah yang dikelolah oleh Jum’iyyah al Is’af al Khairiyah. Beliau menimba ilmu disana sampai menyelesaikan tingkat terakhir Ibtidaiyyah. Kemudian ia meneruskan belajarnya kepada para syaikh, dan mempelajari al Qur’an dari ayahnya sendiri sampai selesai dan juga sebagian mazhab fiqih Hanafi.
Ia juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai ia ahli dalam bidang tersebut, sehingga ia menjadi seorang ahli yang masyhur. Kemudian keterampilan ini menjadi salah satu mata pencahariannya[2].
Ia mempelajari buku Marâqi al Falâh dan beberapa buku hadis dan ilmu balaghoh dari syaikh Sa’id al Burhani. Tetapi ia tidak mendapatkan ijazah riwayat dari guru-gurunya, karena ia memang tidak memintanya, kecuali ijazah dalam ilmu hadis yang diperolehnya sebagai pemberian dari tokoh ulama Halab syaikh Raghib ath-Tabbakh, setelah bertemu dengan beliau lewat perantara ustadz Muhammad al-Mubarak.

     2.    Awal Mula Imam Albani Berkonsentrasi pada Ilmu Hadis
Orang yang memberikan pengaruh dalam hidupnya untuk mempelajari hadis adalah Muhammada Rasyid Ridho, yang telah mendorongnya untuk mendalami ilmu hadis. Sebagaimana imam Albani menuturkan tentang hubungan intelektualnya dengan Rasyid Ridho “buku pertama yang mengundang hasratku untuk mempelajarinya adalah buku cerita-cerita Arab, seperti az-Zhahir wa Antarah al-Malik Saif, kemudian aku menggemari cerita-cerita detektif yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, setelah itu aku baru mulai melirik buku-buku sejarah. Suatu hari aku melihat edisi majalah al Manar yang dipajang disalah satu rak toko buku, aku membelinya dan membaca salah satu tajuk tulisan Sayyid Rasyid Ridho yang bercerita tentang buku al Ihya’ karangan al Ghazali. Tulisan itu berisi tentang sisi baik dan juga kesalahan-kesalahan buku tersebut. Baru ini pertama kalinya aku menemukan penelitian ilmiah yang seperti ini. Tanpa terasa aku mengikuti seluruh pembahaan Ihya Ulumuddin dari buku aslinya dari cetakan yang juga merangkum takhrij hafiz al-Iraqi. Aku terpaksa menyewa buku tersebut karena tidak mampu membelinya. Sejak saat itu, aku tertarik untuk menelaah buku tersebut, dan aku juga tertarik dengan takhrij yang sangat terperinci, sampai-sampai aku menyalinnya dalam satu naskah untuk meringkasnya. Demikianlah, aku terus bekerja keras sampai aku menemukan metode praktis yang sangat membantuku untuk menyusun maklumat-maklumat yang telah ku salin”.[3]
 Faktor yang mempengaruhi imam Albani untuk ahli dalam bidang hadis ini adalah, sebagaiman yang dituturkannya dalam ungkapannya” sesungguhnya nikmat-nikmat Allah atas diriku banyak sekali, aku tak sanggup untuk menghitungnya. Namun barangkali yang terbesar ada dua, yaitu pertama adalah perpindahan ayahku ke Suria, kedua ayahku mengajariku keahliaanya dalam malakukan reparasi jam[4].
Ia mendalami profesi sebagai tukang reparasi jam dari ayahnya, ia sangat menguasai teknik ini, hingga menjadi salah seorang ahli jam yang terkenal, dan ia juga mencari nafkah dengan profesi tersebut. Imam Albani pernah mengatakan “ adapun nikmat pertama dengan hijrahnya keluargaku, aku dapat mempelajari bahasa Arab. Sekiranya aku tetap bertahan di Albania, tentu aku tidak akan dapat mempelajari bahasa Arab, padahal tidak ada jalan untuk mendalami al Qur’an dan Sunnah kecuali dengan mengerti dan memahami bahasa Arab. Adapun nikmat kedua sebagai tukang reparasi jam, profesi ini telah banyak memberikan waktu luang kepadaku untuk menuntu ilmu”.
Dalam kesehariannya sebagai ahli reparasi jam, ia menggunakan waktu-waktu luangnya untuk menimba ilmu, menelaah dan menulis buku-buku hadis, khususnya manuskrip-manuskrip yang ada di perpustakaan az Zahiriyyah. Ia selalu membiasakan diri untuk selalu hadir di perpustakaan itu dari mulai buka hingga tutup. Ia menghabiskan harinya diperpustakaan hingga enam sampai delapan jam setiap hari, sesuai dengan perbedaan jam kunjung pada musim panas dan dingin.
Karyanya yang pertama dalam bidang hadis adalah menyalin buku al Mughni fi Hamlil Asfar fi Asfar fi Takhrij fil Ihya’ ma fil Akhbar karangan Hafiz al Iraqi dan ia juga mengomentarinya. Dalam melakukan penyalinan buku ini, imam Albani memberikan penjelasaan terhadap beberap kata sulit yang terdapat dalam hadis dengan meruju’ kepada kitab Gharib al hadis karangan Ibnu Atsir dan beberapa kamus, dan meletakknya pada catatan kaki.
Minat imam Albani untuk mempelajari hadis dan mendalami sunnah semakin hari semakin meningkat walaupun ayahnya selalu mewanti-mewanti dengan mengatakan bahwa mempelajari ilmu hadis adalah pekerjaan orang-orang peilit (bangkrut), namun kecintaannya untuk mempelajari sunnah Rasul semakin meningkat terutama dalam memilih hadis dhaif dan shahih.
Karena ia masih dalam tanggungan ayahnya yang dibebankan mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga besarnya, sehingga ia tidak sanggup membeli buku-buku yang tidak ia dapatkan di perpusatkaan pribadi ayahnya karena hanya dipenuhi dengan buku-buku yang bermazhabkan Hanafi. Oleh karena itu, ia sering pergi ke perpustakaan Az Zahiriyah, di sinilah ia mendapatkan buku-buku yang tidak sanggup dibelinya. Ia sangat bersyukur sekali bisa berteman dengan Sayyid Salim al Qushaibaty dan anaknya Izzat, karena keduanya memiliki salah satu tokoh buku yang terbesar di Damakus. Kemudian keduanya memberikan fasilitas kepada imam Albani untuk meminjamkan buku-buku yang jarang didapatnya dengan waktu yang tak terbatas dan tanpa memungut biaya sewa[5]. Dengan adanya fasilitas ini, imam Albani bisa mewujudkan keinginannya untuk menimba ilmu sepuas-puasnya dan mendapatkan buku-buku yang ia butuhkan. Di samping itu ia juga menjalin hubungan dengan pustaka Al Arabiyyah milik Ahmad, Taufiq dan Hamdi yang juga mempunyai peran besar dalam perjalanan beliau menimba ilmu.
Dalam kehidupannya sepertinya imam Albani menjadikan ilmu hadis sebagai prioritas utama, karena sampai-sampai ia mentup bengkel reparasi jamnya dan menyendiri disana selama dua belas jam, dengan tak henti-hentinya menela’ah, menta’liq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa) buku-buku yang dianggapnya penting untuk diteliti. Waktu istirahat beliau hanya ketika masuknya waktu sholat dengan bekal hanya makanan ringan saja selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pemilik perpustakaan menyediakan bagi beliau sebuah ruang khusus yang dilengkapi dengan referensi-referensi induk untuk penelitian ilmiah yang beliau lakukan.

3.    Pengalaman Penjara
Syaikh Albani pernah dipenjara sebanyak dua kali. Pertama kali hanya selama satu bulan, dan kedua kalinya selama enam bulan. Ini disebabkan oleh kegigihannya berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid’ah, sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah[6].

         4. Majlis Ilmu Imam Albani
Dalam kesehariannya, imam Albani juga mengisi jadwal kajian rutin mingguan yang dihadiri oleh para penuntut ilmu dan dosen-dosen perguruan tinggi. Dalam majlis mingguan tersebut, beliau membahas beberapa buku berikut[7]:
1.      Raudhatun Nadhiyyah karangan Siddiq Hasan Khan
2.      Minhajul Islam Fil Hukmi karangan Muhammad Asad
3.      Ushul Fiqih karangan Abdul Wahab Kallaf
4.      Musthalah Tarikh karangan Asad Rustam
5.      Al halal wa Al Haram karangan Yusuf al Qardhawi
6.      At Targhib wa At Tarhib karangan Al Hafizh Al Munziri
7.      Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid karangan Abdurrahman bin Hasan
8.      Al Baits Al Hatsits Syarah Ikhtisar Ulumil Hadis karangan Ahmad Syakir
9.      Riyadhus Shalihin karangan imam An Nawawi
10.  Al Ilmam fi Ahadis Al Ahkam karangan Ibnu Daqiq Al Id
11.  Al Adab Al Mufrad karangan Bukhary. Beliau mengajarkan buku ini kepada kaum wanita dan memilih hadis-hadis shahih serta memberikan beberapa catatan pnting.


      5. K arya dan Jasa imam Albani di Jami’ah A Islamiyah Al Madinah An Nabawiyah
Salah satu jasa dan karya imam Albani di Jami’ah Al Islamiyah adalah beliau memasukkan materi sanad ke dalam kurikulum bidang studi hadis yang diajarkan di perguruan tinggi. Beliau menuliskan sanad beberapa hadis di papan tulis, lalu membuka buku-buku tentang al jarh wa al ta’dil untuk meneliti keadaan dari  para rawi hadis. Kemudian beliau menjelaskan cara men-takhrij hadis dan cara mengkritisi sanad hadis dan perawinya.
Ilmu sanad yang beliau perkenankan ini merupakan suatu kreasi terbaik, dan beliau terhitung orang yang pertama kali memasukkan bidang studi  ini kedalam kurikulum perguruan tinggi. Sementara saat itu seluruh perguruan tinggi di negara-negara Arab atau negara-negara Islam belum ada yang memasukkan bidang studi ini ke dalam kurikulum mereka.
Materi ini memberikan pengaruh positif setelah beliau meninggalkan jami’ah tersebut. Setelah itu bidang studi hadis ditangani oleh Dr. Muhammad Amin Al Mishri, dekan kuliah hadis di jami’ah. Beliau menerapkan apa yang telah dilakukan oleh Albani dan menyempurnakannya, sehingga para pelajar tergerak untuk men-tahqiq manuskrip-manuskrip hadis[8].
Apa yang beliau lakukan itu menjadi panutan di seluruh perguruan tinggi Islam di dunia saat sekarang ini. Bukti yang paling konkrit adalah banyaknya buku-buku yang telah di-takhrij dan di-tahqiq secara ilmiyah yang dicetak sekarang ini.
          6. Hubnugan Imam Albani dengan Ahli Ilmu dan Para Penuntut Ilmu
Dalam perjalanan hidupnya, imam Albani banyak bertemu dengan para ulama dan penuntut ilmu. Dalam pertemuan itu ia banyak memberikan dan mengambil pelajaran. Di antara ulama yang beliau temui adalah syaikh Hamid di Mesir, Syaikh Ahmad Syakir yang merupakan pen-tahqiq terkenal, syaikh Jawwal Taqiyuddin yang merupakan seorang pembela sunnah dan pemberantas bid’ah , syaik Raghib at Tabbakh yang merupakan seorang penulis sejarah terkenal di Halb yang ingin sekali bertemu dengan beliau. Ia juga bertemu dengan Dr. Mustafa al A’zhami yang meminta beliau mengoreksi takhrij dan ta’’liq beliau terhadap kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, membenahi dan mengoreksi hal-hal yang dianggap penting untuk dibenahi[9], dan imam Albani telah mengoreksi keempat juz buku tersebut yang telah dicetak sampai sekarang. Dan hal ini telah dikemukakan oleh Dr. Mustafa di muqaddimah bukunya. Ia juga bertemu dengan ahli fiqih terkemuka yaitu Dr. Yusuf al Qardhawy. Keduanya sering mengadakan majlis-majlis ilmiah. Di samping itu, Dr. Qardhawy juga sering meminta penjelasan kepada imam Albani tentang hadis-hadis yang jarang dijumpai. Selain ini, banyak lagi ulama-ulama terkemuka yang ditemui Albani, yang dikemukakan ini hanya baru sebagian saja.

7     7. Karya-Karya Imam Albani
Karya-karya beliau sangat banyak, ada yang sudah dicetak, ada yang masih dalam bentuk manuskrip, dan ada yang mafqud (hilang), di antara beberapa karya nya adalah:
1  *   Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
2  *     Al-Ajwibah an-Nafi'ah 'ala as'ilah masjid al-Jami'ah
3 *      Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
4 *     Silisilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal maudhu'ah
          *     At-Tawasul wa anwa'uhu
6     *      Ahkam Al-Jana'iz wabida'uha
Disamping itu, ia juga memiliki beberapa kaset-kaset ceramah, kaset tentang bantahan terhadap pemikiran sesat serta kaset yang berisi jawaban tentang berbagai persoalan yang bermanfaat.

         8. Wafatnya Imam Albani
Beliau wafat pada waktu asar hari Sabtu pada tanggal 22 Jumadil Akhir 1412 H bertepatan dengan 1 Oktober 1999 di Yordania. Kepergiannya dihadiri oleh ribuan penuntut ilmu, murid-muridnya, para simpatisan dan pembela manhaj beliau.
Sabtu, 17 Mai 2014

[1]Abu Ihsan al Atsari, Syaikh Muhammad Albani dalam kenangan (Terjemahan). (Solo: at Tibyan), h. 17
[2] Maktabah Ummu Salma al Atsariyah. Biografi Muhammad Nashiruddin Albani. 2003, h. 3
[3] Abu Ihsan al Atsari, h. 22
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Maktabah Ummu Salma al Atsariyah. Op. Cit,  h. 3
[7] Abu Ihsan al Atsary, Op. Cit, h. 46
[8] Ibid, h. 47
[9] Melalui perantaraan seorang pemilik Al maktab al islami yang bernama zuheir Zhawaizhy

0 komentar: